A. ERA ORDE BARU
Orde Baru adalah
sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru
menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru
hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang
dilakukan Orde Lama Soekarno.
Orde Baru
berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi
Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang
merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan
miskin juga semakin melebar.
1. Politik
Presiden
Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang
ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Pada tahap awal,
Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan
politik — di Eropa Timur sering disebut lustrasi — dilakukan terhadap
orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal
dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar biasa untuk mengadili pihak
yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan
sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi
nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan
administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan
lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol ).
Orde Baru
memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh
kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun
dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi
secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer,
khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi
rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena
70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga
melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap
dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep
akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi
politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada
satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan
Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto
mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
2. Perpecahan
bangsa
Di masa Orde
Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari
media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan
kesatuan bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah
meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali
dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur dan
Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini
adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan
terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul
tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang disertai
sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu
orang Jawa.
1. Awal
Munculnya Supersemar
Sebelum keluar
Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (Supersemar) pada tanggal 10 Maret 1966,
Presiden Ir. Soekarno mengadakan pertemuan dengan partai-partai politik. Dalam
pertemuan itu dibahas masalah demonstrasi Tritura. Pertemuan tersebut menemukan
jalan buntu karena Front Pancasila tetap menuntut pembubaran PKI.
Situasi menjadi
semakin gawat dan ketentraman semakin tidak terjamin. Situasi semacam ini pun
menghinggapi para anggoota Kabinet Dwikora yang disempurnakan. Di tengah sidang
Kabinet Dwikora yang disempurnakan pada tanggal 11 Maret 1966, di Istana
Merdeka, rakyat berdemonstrasi dengan hebatnya. Di luar Istana terdapat pasukan
tanpa menggunakan pengenal mengelilingi tempat sidang tersebut. Presiden Ir.
Soekarno menyerahkan pucuk pimpinan sidang kepada Waperdam II, Dr. Leimena.
Bersama Waperdam
I, Dr. Soebandrio, dan Waperdam III Chairul Saleh, Presiden Ir. Soekarno menuju
Istana Bogor. Setelah selesai sidang, Dr. Leimena kemudian menyusul ke Istana
Bogor untuk melaporkan hasil sidang kabinet. Tidak begitu lama Presiden di Istana
Bogor yang didampingi tiga Waperdam, datang tiga perwira tinggi angkatan darat.
Perwira tinggi tersebut adalah Mayjen Basuki Rahmat (Menteri Urusan Veteran),
Brigjen M. Yusuf (Menteri Perindustrian) dan Brigjen Amir Mahmud (PAnglima
Kodam Jaya) untuk menyampaikan beberapa hal, yaitu :
a) Meminta
kepada Presiden agar setelah mengambil tindakan guna memulihkan keadaan yang
gawat
b) ABRI,
terutama angkatan darat, tetap setia dan tidak meniggalkan Presiden
c) Pesan Letjen
Soeharto yang isinya sanggup mengatasi keadaan apabila Presiden mempercayakan
hal itu kepadanya
Ketiga perwira
itu, sebelum menemui Presiden Ir. Soekarno di Istana Bogor, terlebih dulu
bertemu dengan Letjen Soeharto. Adapun pertemuan Presiden Ir. Soekarno dengan
tiga perwira angkatan darat tersebut menghasilkan konsep surat yang dikenal
sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Isi Supersemar tersebut
adalah pemberian perintah untuk Letjen Soeharto untuk mengambil tindakan guna
memulihkan keamanan, keketertiban, dan kestabilan pemerintah serta keutuhan
bangsa dan Negara. Surat Perintah yang dikeluarkan pada tanggal 11 Maret 1966
oleh Presiden Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal sebagi Supersemar.
2. Supersemar
mencelakakan Bangsa dan Negara
Dari
tulisan-tulisan yang baru-baru ini dapat dibaca, jelaslah kiranya bahwa Suharto
dkk (artinya : Angkatan Darat dengan dukungan berbagai golongan reaksioner
dalam negeri dan luar negeri) telah menjadikan Surat Perintah Sebelas Maret
sebagai puncak pembangkangan, pemboikotan dan pengkhianatan terhadap presiden
Sukarno.
Pembangkangan,
pemboikotan dan pengkhianatan terhadap presiden Sukarno ini didahului dengan
pembunuhan besar-besaran terhadap 3 juta anggota dan simpatisan PKI, dan
penahanan sewenang-wenang terhadap sekitar 2 juta orang tidak bersalah apa-apa,
serta penyebaran terror di seluruh negeri. Ini semua dilakukan oleh golongan
militer (terutama Angkatan Darat), tanpa persetujuan presiden Sukarno.
Sesudah
peristiwa Supersemar (11 Maret 1966) pembangkangan dan pengkhianatan terhadap
presiden Sukarno ini dilanjutkan dengan langkah-langkah Suharto dkk lainnya,
dengan « membersihkan » MPRS dan DPR-GR dari golongan pro-PKI dan pro-Bung
Karno, sehingga MPRS bisa sepenuhnya dikuasai dan dimanipulasi oleh Suharto
dkk. MPRS yang sudah dikebiri atau dibikin loyo oleh Angkatan Darat inilah yang
kemudian bisa didesak untuk mencabut kedudukan Bung Karno sebagai
presiden/panglima tertinggi ABRI/pemimpin besar revolusi/mendataris MPRS.
Seperti sudah
sama-sama kita saksikan sendiri, dengan diangkatnya Suharto sebagai presiden
dalam tahun 1968 oleh MPRS, maka negara dan bangsa Indonesia telah dijerumuskan
oleh Angkatan Darat yang dipimpin Suharto dalam masa gelap selama puluhan tahun
yang penuh dengan pelanggaran HAM, kebejatan moral, kerusakan perikemunusiaan,
kehancuran kehidupan demokratis, dan hancurnya persatuan bangsa. Dari segi ini
dapatlah kiranya kita katakan dengan tegas bahwa Supersemar telah mencelakakan
bangsa dan negara.
3. Angkatan
Darat Mengkhianati Bung Karno dan Revolusi
Berbagai tulisan
yang sudah disiarkan di Indonesia dan di luar negeri menunjukkan dengan jelas
tentang pengkhianatan golongan Angkatan Darat yang dipimpin Suharto ini
terhadap presiden Sukarno, terutama sekali dengan menyalahgunakan Supersemar.
Kejahatan Angkatan Darat ini tidak saja karena pembantaian besar-besaran
terhadap anggota dan simpatisan PKI dan simpatisan Bung Karno, melainkan karena
telah meneruskan berbagai kejahatan dan pelanggaran HAM selama lebih dari 30
tahun.
Kalau dihitung
jumlah orang yang jadi korban pembunuhan, dan yang ditahan sewenang-wenang, dan
orang-orang dari berbagai kalangan yang menjadi korban peristiwa 65, ditambah
dengan kejahatan-kejahatan lainnya selama Orde Baru, maka tidak salahlah kalau
ada orang-orang yang mengatakan bahwa Angkatan Darat di bawah pimpinan Suharto
merupakan golongan bangsa yang telah mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan
bagi rakyatnya sendiri.
Sejarah dan
praktek-praktek Orde Baru menunjukkan dengan jelas bagi banyak orang bahwa
dengan menyalahgunakan Supersemar, Angkatan Darat di bawah pimpinan Suharto
bukan saja telah mengkhianati Soekarno, tetapi juga merusak cita-cita revolusi
rakyat Indonesia. Angkatan Darat di bawah pimpinan Suharto bukan saja telah
menghancurkan PKI dan kekuatan kiri lainnya, tetapi juga merusak secara serius
dan besar-besaran banyak tatanan demokratis dari kehidupan politik.
Singkatnya, di
bawah pimpinan Suharto, Angkatan Darat telah merusak Republik Indonesia, yang
akibat parahnya masih kita saksikan sampai sekarang di berbagai bidang
kehidupan bangsa. Kerusakan yang disebabkan berbagai kejahatan ini sudah
demikian banyaknya dan juga demikian besarnya sehingga sulit untuk diperbaiki
dalam jangka dekat dan waktu singkat. Banyak dari masalah-masalah parah dan
rumit yang kita saksikan dewasa ini adalah warisan atau akibat dari rejim
militer Orde Baru, yang dibangun oleh Angkatan Darat di bawah pimpinan Suharto.
C. STRATEGI
BESAR UNTUK MENGHANCURKAN SOEKARNO
Makin jelas bagi
banyak orang bahwa dengan alasan “menumpas G30S/PKI” Suharto bersama-sama
konco-konco militernya dan dengan dukungan kekuatan asing beserta
sekutu-sekutunya di dalam negeri secara besar-besaran dan menyeluruh telah
mengkhianati perjuangan revolusisioner bangsa Indonesia. Dengan dalih
“menyelamatkan negara”, Suharto dkk (militer dan sipil) bukan saja telah
menggulingkan Presiden Sukarno, melainkan juga telah berusaha menghancurkan
ajaran-ajaran revolusioner atau gagasan-gagasan besar beliau.
Dengan
melikwidasi Bung Karno secara politik dan fisik dan mematikan ajaran-ajaran
beliau yang revolusioner dan berorientasi kerakyatan, Suharto (beserta
pendukung-pendukungnya) telah membikin DOSA SEJARAH yang amat besar terhadap
bangsa kita. Bung Karno adalah salah satu di antara perintis kemerdekaan kita
yang amat terkemuka, dan juga tokoh pemersatu bangsa. Banyak orang di Indonesia
(dan juga di luar negeri) yang memandang Bung Karno sebagai pemimpin terbesar
bangsa Indonesia.
Gagasan-gagasan
beliau yang besar, yang sebagian tercermin dalam buku “Di bawah Bendera
Revolusi” menunjukkan dengan jelas bahwa sejak muda-belia Bung Karno memang
seorang pejuang nasionalis yang berpandangan “kiri” dan revolusioner. Sikap
politiknya yang anti-imperialisme dan anti-kolonialisme inilah yang telah
menjadikan beliau sebagai seorang tokoh internasional yang terkemuka bagi
banyak banyak rakyat di benua Asia, Afrika dan Amerika Latin. Peran yang
dimainkan beliau di Konferensi Bandung, dan gerakan non-blok telah menjadikan
diri beliau sebagai musuh utama bagi banyak negara Barat, waktu itu.
Kalau kita
memandang sejarah ke belakang, maka nyatalah bahwa, pada intinya, atau pada
hakekatnya, kejahatan yang terbesar yang pernah dilakukan oleh Orde Baru adalah
berbagai tindakannya terhadap Bung Karno.
Orde Baru
(beserta para pendukungnya di dalam negeri maupun di luar negeri) menganggap
perlu menghancurkan Sukarno. Dan untuk bisa menghancurkan Sukarno, maka
perlulah dihancurkan terlebih dulu pendukung beliau yang utama, yaitu Partai
Komunis Indonesia. Pembantaian besar-besaran dalam tahun 1965, yang memakan
korban jutaan jiwa, dan penahanan ratusan ribu orang tidak bersalah, tidaklah
terlepas dari strategi besar untuk tujuan utama Orde Baru, yaitu : menghancurkan
Sukarno. Itu semua tidak terlepas dari faktor perang dingin yang sedang
berlangung dengan sengitnya di bidang internasional waktu itu.
D. TNI TELAH
DIRUSAK OLEH SOEHARTO
Peran busuk dan
khianat yang sudah dimainkan oleh Angkatan Darat di bawah pimpinan Suharto yang
menyalahgunakan Supersemar untuk menggulingkan presiden Sukarno dan kemudian
mendirikan Orde Baru dengan jatuhnya Orde Lama. Tadinya, banyak orang mengira
atau berharap bahwa TNI bisa mengubah dirinya, dan tidak berjiwa dan bertindak
lagi seperti selama rejim militer Orde Baru, setelah Suharto tidak lagi menjadi
presiden dan panglima tertinggi.
Tetapi,
kerusakan di kalangan militer (terutama Angkatan Darat) yang disebabkan
pimpinan Suharto sudah sedemikian parahnya dan pembusukan sudah sedemikian
jauhnya, sehingga hanya sedikit sekali perubahan dalam sikap mental atau moral
mereka. Selama 32 tahun Suharto telah memanjakan golongan militer, dan
menjadikan mereka sebagai “kelas istimewa” dalam kehidupan bangsa, yang berada
di atas segala golongan lainnya dalam masyarakat.
Perlakuan
istimewa Suharto terhadap golongan militer ini adalah untuk “membeli” kepatuhan
atau kesetiaan mereka kepadanya. Oleh karena itu, walaupun terjadi banyak
kesalahan atau pelanggaran yang dibuat oleh kalangan militer selama Orde Baru ,
Suharto tidak bertindak. Asal mereka patuh kepadanya. Itu sebabnya, maka banyak
pelanggaran HAM atau penyalahgunaan kekuasaan atau korupsi, yang banyak
dilakukan oleh pimpinan militer dari berbagai tingkatan dibiarkan saja dan
tidak ditindak.
Sekarang, ketika
resminya Orde Baru sudah gulung tikar, dan Suharto sudah dipaksa turun, maka
adanya pimpinan militer seperti yang dipertontonkan panglima Kodam Jaya, Mayjen
TNI Agustadi Sasongko Purnomo, adalah pertanda bahwa pada pokoknya TNI-AD masih
belum mengadakan perubahan seperti yang dituntut oleh gerakan reformasi.
E. ORDE BARU
DIBANGUN DI ATAS TUMPUKAN JUTAAN MAYAT
Apa yang sudah
terjadi di Indonesia sejak 1966-1967 menunjukkan bahwa Orde Baru telah dibangun
dan dibesarkan di atas tumpukan jutaan mayat yang dibantai dalam tahun
1965-1966, dan juga di atas jenazah almarhum Bung Karno. Kiranya, pentinglah
kita ingat bersama bahwa sesudah tergulungnya PKI, maka bukan saja Bung Karno
telah kehilangan pendukung utama beliau, melainkan juga seluruh kekuatan
revolusioner.
Sejak itu,
selama lebih dari 30 tahun, bangsa Indonesia telah kehilangan jiwa
revolusionernya, kehilangan pemimpinnya, dan kehilangan arahnya atau
pegangannya. Akibatnya adalah situasi menyedihkan, seperti yang kita saksikan
dewasa ini.
Selama kurun
waktu yang amat panjang, Orde Baru telah berusaha terus-menerus “mengharamkan”
Bung Karno beserta ajaran-ajaran beliau. Dengan segala cara kejam dan tidak
berperi-kemanusiaan sama sekali, puluhan juta anggota keluarga (dan
sanak-saudara jauh dan dekat) para anggota PKI atau simpatisannya telah
terus-menerus dipersekusi dan diterror, atau diperlakukan sewenang-wenang.
Momok “bahaya laten PKI” telah dipakai sebagai dalih palsu dan senjata untuk
menindas terus-menerus dan sistematis segala kekuatan dalam masyarakat yang
berani menyatakan diri sebagai pendukung ajaran-ajaran Bung Karno dan marxisme.
Terror ini banyak menyerupai praktek-praktek fasis Nazi-nya Hitler,
Foto-foto Bung
Karno terpaksa dihilangkan, atau menghilang, dari dinding-dinding banyak rumah
penduduk. Buku-buku yang berbau “Orde Lama” terpaksa harus disembunyikan dalam
laci-laci, atau dibakar. “De-Sukarnoisasi” yang dilakukan oleh Orde Baru dalam
jangka waktu yang begitu lama adalah bagian penting dari usaha untuk
menghancurkan kekuatan revolusioner dalam masyarakat Indonesia, termasuk
menghancurkan PKI. Dengan dihancurkannya Sukarno dan PKI, maka boleh dikatakan
bahwa revolusi Indonesia sudah disabot, bahkan dibunuh atau dihancurkan oleh
Orde Baru-nya Suharto (artinya, juga Golkar beserta sekutu-sekutunya).
Orde Baru adalah
identik (atau sama) dengan Golkar. Artinya, segala keburukan dan kesalahan Orde
Baru yang sekarang sudah makin dinajiskan atau diharamkan oleh banyak kalangan
adalah sepenuhnya tanggungjawab Golkar.
F. KRISIS
FINANSIAL ASIA
Pada pertengahan
1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia, disertai kemarau
terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor
lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan
perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para
mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa
yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah
MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil
Presiden, B.J Habibie untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
G. PASCA ORDE
BARU
Mundurnya
Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya
Orde Baru, untuk kemudian digantikan " Era Reformasi ".
Masih adanya
tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa
Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih
belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering
disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
H. KELEBIHAN dan
KELEMAHAN ORBA
Pada masa Orba
telah terjadi berbagai kelebihan maupun kekurangan dalam system pemerintahan,
diantaranya adalah sebagai berikut :
Kelebihan sistem
Pemerintahan Orde Baru
Ø perkembangan GDP
per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS $ 70 dan pada 1996 telah
mencapai lebih dari AS$1.000
Ø sukses
Transmigrasi, yang disertai segala dampak negatifnya
Ø sukses KB
Ø sukses memerangi
buta huruf
Kekurangan
Sistem Pemerintahan Orde Baru
Ø semaraknya
korupsi, kolusi dan nepotisme
Ø pembangunan
Indonesia yang tidak merata
Ø kebebasan pers
sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel
Ø bertambahnya
kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si
miskin)
Ø kritik dibungkam
dan oposisi diharamkan
Kesimpulan
Pada dasarnya
ORBA yang dibangun dari berjuta-juta mayat adalah peralihan dari ORLA. Dibawah
pimpinan Soeharto dengan memanfaatkan Supersemar Soeharto telah melakukan
kesalahan. Dibawah pimpinan Soeharto, TNI AD telah diracuni dan dirusak. Dengan
dalih ingin memberantas PKI dari bumi pertiwi, Soeharto dkk mempunyai maksud
untuk mengkhianati dan menghancurkan Soekarno karena PKI adalah pendukung utama
Bung Karno. Setelah Bung Karno jatuh, Soeharto tidak hanya puas dengan itu. Dia
akan menghilangkan unsur PKI dari lembaga apaun. Meskipun ada rakyat yang tidak
bersalah yang membela pak Karno dia tetap ditangkap dan dihilangkan.
Orde Baru adalah
era pemerintahan yang maju dengan pesat. Tetapi, hal ini diimbangi dengan
berbagai kebusukan-kebusukan yang dilakukan oleh Soeharto dan praktek kebusukan
itu mash terasa sampai sekarang diantaranya adalah praktek KKN.
DAFTAR PUSTAKA
Febriary
Setiasih, Insiwi. S.S. 1994. Tim Penyusun Master SEJARAH untuk kelas tiga SMP.
Klaten: Cempaka Putih
www.google.com/peristiwa
sekitar orba/ruang baca edisi cetak tempo
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_Indonesia
www.Gatra.com
http://id.wikipedia.org/wiki/sejarah
Indonesia/Indonesia_kemarin
www.wordpress.com/SUPERSEMAR
DAN PENGKHIANATAN SOEHARTO DAN TNI AD
www.google.com/tokoh
Idonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar