Pualu Flores adalah pulau yang berada di deretan
kepulauan dari Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau Flores berada di Kepulauan
Flores yang dikelilingi oleh Pulau Komodo, Rinca, Ende, Solor, Adonare dan
Lomblem.Penduduk Flores bukan merupakan satu suku bangsa dengan satu kebudayaan
yang seragam.di pulau itu ada delapan suku bangsa yang memiliki logat bahasa
yang berbeda-beda. Kedelapan suku bangsa tersebut yaitu (1) Orang Manggarai; (2)
Orang Riung; (3) Orang Ngada; (4) Orang Nagekeo; (5) Orang Ende; (6) Orang Lio;
(7) Orang Sikka: (8) Orang Larantuka.
Menurut sensus penduduk tahun 1930 Penduduk Flores berjumlah kurang lebih
500 ribu orang, sedangkan sensus penduduk tahun 1961 di Kepulauan Flores
sendiri berjumlah dua juta orang. Hal ini menandakan bahwa Penduduk di Flores
belum banyak bertambah dan diantara suku bangsa tersebut yang paling banyak
penduduknya adalah di orang Manggarai yang berjumlah 250.000 jiwa. Hal ini
menandakan bahwa persebaran penduduk di Pulau Flores kurang merata, mungkin
karena terhalang sub-sub kebudayaan itu sendiri.
Desa-desa di Flores pada zaman dahulu biasanya
dibangun di atas bukit karena untuk pertahanan. Pola perkampungannya terdiri
dari tiga bagian yaitu bagian depan tengah dan belakang yang semuanya berada
dalam satu lingkaran desa tersebut..tetapi, pada sekarang ini susunan dari pola
tersebut tidak lagi diperhatikan oleh para penduduk. Dulu tiap-tiap bagian dari rumah ada tempat-tempat
keramat yang berupa timbunan batu-batu besar. Namun saying disayangkan apabila
sekarang ini hanya ada satu tempat keramat dalam sebuah desa. Itupun berada di
lapangan terbuka yang dekat dengan balai desa dan biasa disebut dengan mbaru
gendang Karena didalamnya terdapat sebuah genderang yang keramat.
Di desa-desa itu dikelilingi dengan pagar dari
bamboo yang tingginya mencapaitiga meter dan pada pagar itu ditumbuhi semak
belukar yang berduri. Karena pengaruh dari luar, banyak penduduk yang membangun
desa di kaki bukit dan jarang sekali adnya pagar dari bambu, bahkan desa yang
berbentuk lingkaran sudah ditinggalkan oleh para penduduk.
Mata pencaharian yang utama bagi penduduk di
Flores adalah tanam ladang. Sebuah keluarga yang besar memulai kegiatan ini
dari membuka lahan, membersikan belukar, menebang pohon-pohon dan membakar
sisia-sisa pohon. Sebagai batas lahan, mereka menggunakan potongan-potongan
pohon tersebut. Karena batas antara lahan yang satu dengan yang lainnya hanya
dari batang pohon yang ditancapkan hal ini sangat memungkinkan terjadinya salah
paham antara keduanya.
Walaupuan Pemerintah sudah menganjurkan system
irigasi sawah-sawah kepada penduduk, tapi masih banyk dari mereka yang bercocok
dengan tanam lading. Mata pencaharian yang lain adalah beternak. Binatang
peliharaan yang penting adalah kerbau. Tetapi kerbau di sini hanya digunakan
sebagai mas kawin dalam pernikahan dan disembelih untuk upacara adapt. Padahal
bila dimanfaatkan secara ekonomis akan menghasilkan pendapatan yang lebih dari
lumayan. Binatang yang lainnya adalah kuda. Kuda dimanfaatkan untuk membawa
bawaan dan setelah selesai hanya dilepaskan begiru saja dan apabila ingin
menggunakannya lagi mereka akan mengambilnya.
Perkawinan di pedesaan manggarai biasanya terjadi
akibat dari pacaran. Dalam suatu perkawinan, pihak wanita akan meminta mas
kawin yang banyak dan bernilai besar. Sungguh kasihan bagi pria yang ingin
meminang seorang wanita tetapi tidak mempunyai harta yang banyak. Hubungan
dalam perkawinan terdapat dua pihak. Yaitu pihak pemuda sebagai penerima
gadis (anak wina) dan pihak pemudi
sebagai pemberi gadis ( anak rona ). Yang mengherankan dalam suatu perkawinan
di Flores adalah adanya kawin lari atau kawin rook. Yang seperti ini terjadi
karena dari pihak pria tidak mau memberi mas kawin yang besar dan terlebih lagi
juga priayang membawa lari si gadis tidak disetujui oleh pihak orang tua. Yang
anehnya lagi pernikahan ini bisa terjadi setelah pihak orang tua setuju
meskipun masih marah dan mas kawin yang diminta tidak diberikan. Dalam
peristiwa seperti ini, lamaran terjadi setelah wanita di bawa lari oleh pria.
Ada juga perkawinan duluk. Perkawinan seperti ini
terjadi apabila pihak pria yang ingin menikahi wanita idamannya tidak mau
membayar mas kawin yang diinginkan pihak wanita. Maka terllebih dulu si pria
harus bekerja untuk orang tua dari wanita idamannya untuk waktu yang tidak
sebentar. Tetapi setelah pihak pria bekerja pada oran tua mempelai wanita
rasanya pria itu hanya seorang yang biasanya dan dirasa akan sulit untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya kelak dan munkin saja dari pihak wanita sendiri
akan membatalkan pernikahan itu.
Kelompok kekerabatan di Manggari yang paling kecil
dan yang berfungsi paling intensif dalam kehidupan sehari-hari adalah keluarga
luas yang virilokal ( kilo ) atau orang Ngada biasa mnyebut sipopali. Sebagian
besar kilo biasannya merasakan diri terikat pada patrilineal sebagai keturunan
dari seorang nenek moyang kira-kira lima sampai enam generasi keatas. Suatu
klen kecil atau minimal lineage di Manggarai disebut panga dan di Ngada disebut
ilibhou.
Ponga dan ilibhou menjadi bagian dari klem-klen
yang lebih besar, ialah wa’u di Manggarai dan woe di Ngada. Dulu wa’u dan woe
membanggakan diri suatu komplek unsur-unsur adapt istiadat dan system upacara
yang khas. Diantara mereka ada yang memiliki lambing binatang atautotem yang
mereka junjung tinggi. Sekarang sebagian besar dari unsur-unsur adapt istiadat,
upacara-upacara dan lambing-lambang totem yang khas sudah banyak hilang bahkan
dilupakan.
Sejak abad ke-17, waktu kerajaan bima dari sumbawa
timur, menguasai bagian utara dari Flores Barat dan pada tahun 1762 kerajaan
bima mampu menguasai orang manggarai Selatan bahkan setelah bertahun-tahun Bima
mampu menguasai kerajaan Manggarai asli. Kemudiaan pada awal abad ke-19 pengaru
dan kekuasaan orang Bima mundur karena bencana alam yang hebat. Karena terjebak
dengan bantuan Belanda yang memberikan bantuan kerajaan Manggari untuk
memberontak kepada Bima maka setelah kerajaan Manggarai berhasil dikuasai
kembali maka belanda dengan cepat menjadikan Manggari sebagai daerah
jajahannya.
Dalam masyarakat
sub-sub suku bangsa di Flores mempunyai system stratifikasi social kuno
yang terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan orang kraeng yang terdiri dari
para bangsawan dan orang yang mempunyai kekuasaan, lapisan orang ata lehe yaitu
lapisan orang biasa seperti petani dan pedagang
dan yang terakhir adalah lapisan orang budak yaitu orang yang ditangkap
dalam peperangan, orang yang mempunyai hutang dan tidak mampu membayarnya dan
orang yang mendapatkan hukuman menjadi budak.
Dewasa ini pendidikan sekolah telah menimbulkan
suatu lapisan social baru sperti orang-orang pegawai, guru atau pendeta. Dai
inilah yang mempengaruhi system stratifikasi di daerah Flores.
Kepercayaan di Flores tdaklah sama. Sebagian orang
Manggarai beragama Katholik, sebagian lagi beragama Islam, ada juga yang
menganut religi manggarai asli, meskipun sebagian besar menganut Katholik dan
mereka belum melepaskan adapt istiadat keagamaan yang meskipun kadang kala
bertentangan dengan agama mereka masing-masing sebenarnya. Dengan beragam
kepercayaan dan dongeng-dongeng religi yang mereka miliki dan itu pada dasarnya
berbeda di tiap-tiap suku bangsa di Flores sangat memungkinkan dengan
terjadinya konflik agama antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang
lainnya.
Pulau Flores mempunyai hambatan-hambatan dalam
melakukan pembangunan. Adapun hambatan-hambatun itu antara lain :
- Tanah di Pulau Flores tidak subur, miskin akan sumber alamnya dan iklim di sana sangat kering;
- Daerahnya masih banyak yang terisolasi dan hubungan antara masyarakatnya kurang bejalan dengan baik;
- Adanya berbagai suku bangsa dengan bahasa yang berbeda-beda;
- Sikap mental dari para penduduk yang masih terikat penuh oleh adapt istiadat kuno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar