Sebelum terjadi perubahan-perubahan status wilayah
seperti sekarang ini, daerah Jawa meliputi Banyumas, Kedu, Yogyakarta,
Surakarta, Madiun, Malang dan Kediri. Daerah di luar
daerah itu disebut pesisir dan ujung timur. Di dalam pergaulan hidup
sehari-hari mereka bebahasa jawa. Ketika mengucapkan bahasa jawa ini, mereka
harus memperhatikan dan membeda-bedakan keadaan orang yang diajak berbicara
atau yang sedang dibicarakan berdasarkan usia maupun status sosialnya. Demikian
pada prinsipnya bahasa jawa jika ditinjau dari criteria tingkatannya yaitu
bahasa jawa ngoko dan karma. Bahasa jawa ngoko digunakan untuk orang yang sudah
di kenal dan akrab dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih
rendah derajad atau status sosialnya. Lebih khusus lagi ada bahasa ngoko lugu
dan ngoko andap. Sedangkan untuk bahasa karma digunakan untuk berbicara dengan
orang yang sudah akrab, tetapi yang sebaya dalam umur dan derajad dan juga
terhadap orang yang lebih tinggi derajadnya.
Orang jawa banyak yang bekerja sebagai petani. Mereka menggarap dan mengolah tanah untuk menanam padi. Selain itu mereka juga menanam palawija seperti kedelai dan kacang-kacangan.
Sistem kekerabatan orang Jawa pada prinsipnya
merupakan keturunan Bilateral. Pada masyarakat Jawa ada peratuan yang menyebutkan
bahwa dua orang tidak boleh saling kawin apabila mereka itu saudara sekandung,
apabila mereka itu adalah pacer lanang, yaitu anak dari dua orang saudara
sekandung lakilaki, dan apabila mereka itu adalah misan dan achirnya apabila
pihak laki-laki lebih muda menurut ibunya daripada pihak wanita. Ada
macam-macam perkawinan lain yang diperbolehkan, yakni ngarang wulu serta wajuh.
Perkawinan ngarang wulu adalah perkawinan seorang duda dengan seorang wanita
salah satu adik almarhumah istrinya. Jadi merupakan perkawinan sororat.
Sedangkan wajuh adalah perkawinan yang lebih dari seorang istri atau yang biasa
disebut dengan poligami.
Di dalam kehidupan bermasyarakat, orang Jawa masih
membeda-bedakan antara orang priyayi yang terdiri dari pegawai negri dan kaum
terpelajar dengan orang lain yang biasa disebut wong cilik seperti pekerja
kasar, petani dan tukang-menukang. Kaum priyayi, keturunan bangsawan dan
keluarga kraton merupakan lapisan atas, sedangkan lapisan masyarakat nawah
adalah wong cilik menurut gensi-gensinya. Menurut kriteria pemelukan agama,
orang Jawa membedakan antara santri dn abangan. Orang abangan adalah orang yang
percaya pada agamanya sendiri, tetapi tidak mau menjalankan apa yang
diperintahkan oleh agamanya tersebut. Di dala masyarakat desa juga ada lapisan
masyarakat. Lapisan yang tertinggi adalah wong baku. Lapisan ini merupakan
keturunan orang-orang yang dulu pertama-tama yang menetap di desa tersebut.
Mereka mempunyai sawah, rumah dan tanah pekarangan. Lapisan kedua adalah kuli
gandok atau lindung. Mereka adalah laki-laki yang sudah menikah, tetapi tidak
mempunyai tempat tinggal sehingga harus tinggal di rumah mertuanya. Dan lapisan
yang ketiga adalah joko dan sinoman atau bujangan. Mereka adalah orang yang
belum menikah dan masih tinggal dengan arang tua mereka.
Agama Islam adalah agama yang paling banyak dianut
oleh masyarakat Jawa pada umumnya. Meskipun demikaian mereka masih percaya pada
roh leluhur dan mkhluk-makhluk halus seperti memedi, demit dan lelembut. Di
Jawa ada upacara adat yang biasa disebut dengan selametan. Selametan ini
diadakan pada waktu tertentu untuk menghindari musibah dan mengucapkan syukur
dan selametan sendiri mempunyai arti suatu upacara makan bersama yang telah
diberi doa seelum dibagi-bagikan dan dipimpin oleh seorang modin atau orang
pegawai masjid yang mengumandangkan masjid karena dianggap mahir dalam membaca
doa keselamatan dari dalam ayat-ayat Al-quran. Upacara selametan dapat
digolongkan kedalam enam macam sesuai dengan peristiwa sehari-hari, yaitu :
- Selametan dalam rangka lingkaran hidup seseorang
- Selametan yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan tanah sawah dan setelah panen.
- Selametan yang berhubungan dengan hari-hari besar agama Islam.
- Selametan pada keadaan tertentu, seperti terhindar dari musibah, akan melakukan perjalanan jauh, menempati rumah baru dll.
Orang Jawa mempunyai sikap yang pasif terhadap
hidup. Maka dari itu orang jawa mempunyai penghambat besar dalam pembangunan.
Selain itu yang menjadi penyebab penghambat dalam pembangunan antara lain;
- Mentalitas orang Jawa yang selalunerima terhadap hidup.
- Tekanan penduduk yang telah menyebabkan penduduk di Jawa menjadi miskin.
- Tidak oada organisasi-organisasi asli yang telah mantap jika dimodernisasi dapat menjadi organisasi yang aktif dan kreatif.
- Tidak ada pemimpim yang aktif kreatif yang membawa masyarakat desa menjadi produktif.
kalau bisa, tolong dilengkapi donk dgn pandangan masyarakat terhadap perkawinan adat jawa.
BalasHapus