Cari Blog Ini

Sabtu, 05 November 2011

Pandangan Terhadap Budaya Jawa


Sebelum terjadi perubahan-perubahan status wilayah seperti sekarang ini, daerah Jawa meliputi Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang dan Kediri. Daerah di luar daerah itu disebut pesisir dan ujung timur. Di dalam pergaulan hidup sehari-hari mereka bebahasa jawa. Ketika mengucapkan bahasa jawa ini, mereka harus memperhatikan dan membeda-bedakan keadaan orang yang diajak berbicara atau yang sedang dibicarakan berdasarkan usia maupun status sosialnya. Demikian pada prinsipnya bahasa jawa jika ditinjau dari criteria tingkatannya yaitu bahasa jawa ngoko dan karma. Bahasa jawa ngoko digunakan untuk orang yang sudah di kenal dan akrab dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah derajad atau status sosialnya. Lebih khusus lagi ada bahasa ngoko lugu dan ngoko andap. Sedangkan untuk bahasa karma digunakan untuk berbicara dengan orang yang sudah akrab, tetapi yang sebaya dalam umur dan derajad dan juga terhadap orang yang lebih tinggi derajadnya.

Orang jawa banyak yang bekerja sebagai petani. Mereka menggarap dan mengolah tanah untuk menanam padi. Selain itu mereka juga menanam palawija seperti kedelai dan kacang-kacangan.
Sistem kekerabatan orang Jawa pada prinsipnya merupakan keturunan Bilateral. Pada masyarakat Jawa ada peratuan yang menyebutkan bahwa dua orang tidak boleh saling kawin apabila mereka itu saudara sekandung, apabila mereka itu adalah pacer lanang, yaitu anak dari dua orang saudara sekandung lakilaki, dan apabila mereka itu adalah misan dan achirnya apabila pihak laki-laki lebih muda menurut ibunya daripada pihak wanita. Ada macam-macam perkawinan lain yang diperbolehkan, yakni ngarang wulu serta wajuh. Perkawinan ngarang wulu adalah perkawinan seorang duda dengan seorang wanita salah satu adik almarhumah istrinya. Jadi merupakan perkawinan sororat. Sedangkan wajuh adalah perkawinan yang lebih dari seorang istri atau yang biasa disebut dengan poligami.
Di dalam kehidupan bermasyarakat, orang Jawa masih membeda-bedakan antara orang priyayi yang terdiri dari pegawai negri dan kaum terpelajar dengan orang lain yang biasa disebut wong cilik seperti pekerja kasar, petani dan tukang-menukang. Kaum priyayi, keturunan bangsawan dan keluarga kraton merupakan lapisan atas, sedangkan lapisan masyarakat nawah adalah wong cilik menurut gensi-gensinya. Menurut kriteria pemelukan agama, orang Jawa membedakan antara santri dn abangan. Orang abangan adalah orang yang percaya pada agamanya sendiri, tetapi tidak mau menjalankan apa yang diperintahkan oleh agamanya tersebut. Di dala masyarakat desa juga ada lapisan masyarakat. Lapisan yang tertinggi adalah wong baku. Lapisan ini merupakan keturunan orang-orang yang dulu pertama-tama yang menetap di desa tersebut. Mereka mempunyai sawah, rumah dan tanah pekarangan. Lapisan kedua adalah kuli gandok atau lindung. Mereka adalah laki-laki yang sudah menikah, tetapi tidak mempunyai tempat tinggal sehingga harus tinggal di rumah mertuanya. Dan lapisan yang ketiga adalah joko dan sinoman atau bujangan. Mereka adalah orang yang belum menikah dan masih tinggal dengan arang tua mereka.
Agama Islam adalah agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Jawa pada umumnya. Meskipun demikaian mereka masih percaya pada roh leluhur dan mkhluk-makhluk halus seperti memedi, demit dan lelembut. Di Jawa ada upacara adat yang biasa disebut dengan selametan. Selametan ini diadakan pada waktu tertentu untuk menghindari musibah dan mengucapkan syukur dan selametan sendiri mempunyai arti suatu upacara makan bersama yang telah diberi doa seelum dibagi-bagikan dan dipimpin oleh seorang modin atau orang pegawai masjid yang mengumandangkan masjid karena dianggap mahir dalam membaca doa keselamatan dari dalam ayat-ayat Al-quran. Upacara selametan dapat digolongkan kedalam enam macam sesuai dengan peristiwa sehari-hari, yaitu  :
  1. Selametan dalam rangka lingkaran hidup seseorang
  2. Selametan yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan tanah sawah dan setelah panen.
  3. Selametan yang berhubungan dengan hari-hari besar agama Islam.
  4. Selametan pada keadaan tertentu, seperti terhindar dari musibah, akan melakukan perjalanan jauh, menempati rumah baru dll.
Orang Jawa mempunyai sikap yang pasif terhadap hidup. Maka dari itu orang jawa mempunyai penghambat besar dalam pembangunan. Selain itu yang menjadi penyebab penghambat dalam pembangunan antara lain;
  1. Mentalitas orang Jawa yang selalunerima terhadap hidup.
  2. Tekanan penduduk yang telah menyebabkan penduduk di Jawa menjadi miskin.
  3. Tidak oada organisasi-organisasi asli yang telah mantap jika dimodernisasi dapat menjadi organisasi yang aktif dan kreatif.
  4. Tidak ada pemimpim yang aktif kreatif yang membawa masyarakat desa menjadi produktif.

1 komentar:

  1. kalau bisa, tolong dilengkapi donk dgn pandangan masyarakat terhadap perkawinan adat jawa.

    BalasHapus